Selasa, 12 September 2017

full day school 2



Ngak Mau Full Day School..? Mondok ke Pesantren saja!

Bpk. Muhajir Effendy selaku Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI sempat mewacakan untuk adanya perubahan aturan jam sekolah dengan mengusulkan Full Day School. Yakni sebuah aturan dimana siswa-siswi pelajar diharuskan mengikuti kegiatan sekolah dimulai dari pagi hingga sore hari.

Banyak respon yang diberikan oleh masyarakat tentang usulan yang diajukan oleh Bapak Menteri yang baru saja dilantik menggantikan Anies Baswedan itu. Sebagian ada yang mendukung, dan sebagian lagi ada yang mengecam. Namun dibalik pro dan kontra yang muncul tahukah anda? Bahwa sistem pendidikan seharian penuh sebenarnya sudah ada di Indonesia sejak ratusan tahun yang lalu?


Adalah pondok pesantren yang merupakan sistem kultural pendidikan asli Indonesia. Sebelum adanya pendidikan formal yang dibuat oleh pemerintah Indonesia saat ini, pesantren sudah terlebih dahulu mendampingi masyarakat Indonesia dalam hal pendidikan dan pembentukan karakter bangsa. Dimana program-program pesantren telah banyak memberi sumbangsih dan telah melalui banyak perkembangan sesuai dengan berbagai tuntutan dan tantangan yang dihadapi bangsa. Meski tidak banyak yang diakoomodir pemerintah dan tidak pernah disamakan kurikulumnya secara terstruktur, namun pesantren di Indonesia tanpa diduga dengan sendirinya memiliki kesamaan karakter, kultur, serta sistem yang hampir sama. Hal ini karena keajaiban tradisi transfer intelektual yang memegang sanad serta mengedepankan adab dan akhlak yang dicontohkan guru dari masa ke masa. Sehingga apa yang diajarkan oleh guru senantiasa dipegang erat oleh alumni-alumninya yang kemudian berdiaspora ke berbagai penjuru Indonesia dengan turut menyebarkan dakwah islam melalui pendidikan.

1. Mondok di Pesantren Tidak Terbatas Hingga Sore Hari, Tetapi 24 Jam

Diantara yang dijalankan di pesantren adalah pendidikan seharian penuh. Dimana setiap hari dan setiap aktivitas yang dilakukan oleh para santri merupakan bagian dari pendidikan. Bedanya, jika Full Day School yang diajukan oleh Bapak Menteri bermula dari pagi hingga sore hari, maka di pesantren semua berlangsung selama 24 jam penuh.

Santri akan menjalani aktifitas mulai dari subuh hari dengan melaksanaka shalat subuh, bahkan berjamaah. Tidak sedikit yang langsung melaksanakan kegiatan pengajian. Selepas itu, semua santri menjalankan aktifitas pagi.

Bagi santri yang masih sekolah, maka selanjutnya santri akan bersekolah. Sedangkan santri yang khusus mondok saja, maka aktifitas selanjutnya menjalani berbagai aktifitas harian pondok, termasuk mengaji dan aktivitas lainnya. Semua program yang dijalani santri akan berakhir hingga malam menjelang tidur. Yang bahkan tidurnya santri pun merupakan bagian dari lingkup pendidikan pesantren.

Tapi jangan berpikir bahwa semua aktivitas di dalamnya adalah kaku dan penuh kekakangan. Semua bayangan tersebut adalah salah karena semua santri menjalankan semua aktifitas dengan menjadi jati dirinya. Semua santri mengikuti pengajian dengan kesadaran masing-masing akan pentingnya mengaji dan berilmu. Selain itu mereka juga akan mengerti pentingnya tatakrama. Teman, guru, dan semua yang ada di pesantren bukan lagi sekedar sesuatu yang terkait sistem, melainkan bagian dari jati diri. Lebih mirip keluarga dan sahabat untuk bermain. Sehingga meskipun aktifitasnya adalah pelajaran dan pendidikan, tapi suasananya seperti sedang bermain dan bercengkrama dengan keluarga.

2. Penanaman Karakter dan Kemandirian Lebih Teruji

Jika anak-anak sekolahan di pemberitaan banyak yang terlibat pada pergaulan bebas semisal narkoba, seks bebas, geng motor dan lain sebagainya, maka di pesantren hal-hal tersebut akan terminimalisir. Sebab propaganda dan mainset pesantren adalah kebaikan dan doktrin agama. Sehingga santri dikenalkan dan ditempatkan di lingkungan yang lebih mengarah pada potensi kebaikan dan hal-hal positif.

Selain itu, pesantren selalu mengarahkan santrinya untuk hidup mandiri. Semua aktifitas yang menjadi tanggung jawab harus bisa diselesaikan sebagaimana kewajibannya.

3. Sekolah dan Belajar Tidak Lagi Jadi Tuntutan

Bagi santri, kegiatan sekolah dan kegiatan pesantren bukan lagi satu tuntutan sistem. Melainkan satu kesadaran pribadi akan pentingnya belajar dan menjadi manusia terdidik. Sehingga semua aktifitas santri akan senatiasa dilksanakan secara sukarela tanpa ada rasa keterpaksaan. Semua santri tidak merasa dituntut, melainkan berdasar pada keinginannya masing-masing.

4. Keseimbangan Ilmu Agama dan Ilmu Umum

Lebihnya dari pondok pesantren adalah mampu menyeimbangkan pelajaran umum dan pelajaran agama. Dan hal ini jarang dijumpai di sekolah-sekolah umum pemerintah.

6. Memiliki Kisah Hidup Yang Lebih Bermakna

Inilah yang paling banyak diceritakan. Setiap orang dan lulusan pesantren senantiasa akan merindukan masa-masa mereka mondok di pesantren. Sebab, sebagaimana yang telah diuraikan bahwa tinggal di pesantren tidaklah kaku, melainkan penuh dengan keceriaan dan kebersamaan. Sehingga setiap santri yang lulus dari pesantren akan merasa kangen terhadap pesantrennya, terhadap teman dan guru-gurunya. Tidak jarang kemudian ikatan santri dan guru berjalan bahkan hingga sudah lulus sekalipun. Bahkan ketika guru meninggal, santri senantiasa datang melayat dan menziarahinya (disarikan dari http://www.dakwah.web.id dengan beberapa tambahan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar