Jumat, 08 September 2017

Pohon pun Menangis



Dan Pohon pun Menangis



Terdapat kisah yang masyhur, sebatang pohon yang biasanya dijadikan tempat duduk oleh Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wassalam waktu memberi khutbah, menangis dengan suara yang memilukan saat Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wassalam berencana memindahkan tempat duduk Beliau ke sebuah mimbar yang telah disiapkan oleh para Shahabat Radhiyallahu ‘anhum.  Dari kisah ini mungkin kita akan berpikir, bagaimana bisa sebatang kayu mengetahui apa yang terjadi di sekelilingnya lalu mampu memberi tanggapan?
Di balik lambaian dedaunan dan gemerisik ranting-ranting, ternyata menyimpanan segudang rahasia akan kehebatan sebuah penciptaan. Dengan ini semua semoga mengingatkan kita betapa tumbuhan pun ternyata mampu merasakan dan turut mananggung akibat amal-amal manusia.
Lebih dari itu, kita pun dapat menemukan hikmah betapa  Alloh Subhanahu wa ta’ala demikian sempurna dalam penciptaan-Nya terhadap semua makhluk-Nya. Karena perpaduan bagian demi bagian dalam kehidupan, pada akhirnya merangkai detak kehidupan bagi setiap makhluk yang diciptakan oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala. Rintik air hujan, kemilau sinar matahari, dedaunan yang ranum menghijau adalah secuil Maha Karya Alloh Subhanahu wa ta’ala yang setiap detail penciptaannya menyimpan pelajaran akan keagungan Sang Penciptanya. Namun semua ini akan tertampak apabila kita sudi memikirnya. untuk itulah kirannya Alloh Subhanahu wa ta’ala berfirman :

Dia-lah, yang Telah menurunkan air hujan dari langit untuk kamu, sebahagiannya menjadi minuman dan sebahagiannya (menyuburkan) tumbuh-tumbuhan, yang pada (tempat tumbuhnya) kamu menggembalakan ternakmu. Dia menumbuhkan bagi kamu dengan air hujan itu tanam-tanaman; zaitun, korma, anggur dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Alloh) bagi kaum yang memikirkan. (Q.S. An-Nahl: 10-11)
.

Hutang Kita kepada Dedaunan
Layaknya manusia yang selalu bernapas sebagai tanda kehidupannya, bumi kita pun sebenarnya “bernapas” juga demi mendukung kelangungan hidup aneka makhluk yang ada di atasnya. Setiap jenis tumbuhan, mulai alga yang melayang memenuhi lautan, jamur, dan cendawan yang merayap di dinginnya bebatuan sampai pepohonan yang centang perentang di kegelapan hutan tropis adalah bagian dari “paru-paru” bumi kita. Kita sebenarnya berhutang budi kepada helai-helai rerumputan yang setiap hari terinjak-injak kaki kita. Karena daun-daun mungilnya bersama jutaan helai daun-daun yang lain sepanjang hari menyedot banyak karbondioksida dan mengeluarkan sangat banyak oksigen dan uap air. Perkhidmatannya ini menjadikan udara di sekitar kita aman dan maslahat bagi kehidupan.
Seberapa tebalkah satu helai daun? Sangat tipis sekali. Namun di balik tipisnya dedaunan bergantung kehidupan manusia dan juga hewan baik yang di darat maupun di lautan. Dengan memanfaatkan  pancaran radiasi sinar matahari, pepohonan dengan helai-helai daunnya melakukan proses fotosintesis sepanjang hari. Proses kimia yang dikenal oleh hampir semua anak sekolahan ini sebenarnya reaksi yang melibatkan beberapa molekul air bergabung dengan beberapa molekul karbondioksida dalam proses yang didukung energi dari sinar matahari. Dari proses “memasak makanan” ini, dihasilkan molekul gula (glukosa) dan molekul oksigen dalam volume yang sangat banyak, sebanyak kebutuhan udara yang dibutuhkan semua manusia dan hewan dalam pernapasan mereka.
Di dalam sehelai daun juga terdapat sederet jaringan yang fungsinya laksana paru-paru, dengan “lubang hidung” yang berada di bagian bawah permukaan daun. Mengapa di bagian bawah? Mungkin kita menyangka ini kebetulan semata. Padahal sebenarnya ini adalah tanda demikian cermatnya Zat yang menciptakan tumbuhan dan juga menciptakan suasana dan keadaan. Dengan posisi lubang pernapasan di bagian bawah daun, dalam keadaan apapun fungsi pernapasan daun tidak terganggu, walau udara penuh debu yang berterbangan sehingga menutupinya. Bagian yang tertutup debu adalah hanya bagian atas. Bagian bawah relatif tetap bersih.
Selama ribuan tahun, tumbuh-tumbuhan sibuk menjalankan perkhidmatannya bagi kehidupan manusia. Sebuah kerja besar yang tidak mungkin dapat ditandingi laboratorium butan manusia manapun. Dari semua proses yang diperankan oleh dedaunan inilah memungkinkan kehidupan di atas permukaan bumi dapat berjalan normal. Proses yang terjadi di balik lambaian dedaunan manjadi asbab terjaganya keseimbangan kadar oksigen, karbondioksida, nitrogen, dan gas lainnya dalam kisaran yang tepat benar bagi kehidupan. Di sisi lain, daun-daunan adalah sumber energi sekaligus sumber makanan nomor wahid bagi manusia dan hewan.
Jadi, tidaklah berlebihan jika dikatakan, sebenarnya kita berhutang banyak kepada rerumputan yang menjalar senyap di pematang sawah, kepada ilalang dan belukar yang kadang kita hujani dengan sumpah serapah karena mengotori halaman, atau kepada hamparan suket teki yang tidak pernah protes apalagi demo, walau saban hari gepeng penyet terinjak-injak sendal kita.

Dan Pohon pun Menangis
Kita mungkin menyangka bahwa tumbuh-tumbuhan selama hidupnya hanya terpaku diam. Kalaupun tampak pucuk-pucuk dedaunan bergerak melambai-lambai, itupun arena sapuan dan  belaian semilirnya angin atau goyangan tangan kita. Padahal sebagaimana makhluk hidup lainnya, kaum tetumbuhanpun sebenarnya juga bergerak, menanggapi datangnya rangsangan dari sekitarnya, merasakan dampak buruk dari lingkungannya bahkan secara goibiyah, pohon-pohonpun sebenarnya turut menanggung akibat amal-amal manusia dan juga turut berdoa untuk hamba-hamba  Alloh Subhanahu wa ta’ala yang bertungkus lumus dalam menegakkan Kalimatullah.
Jika  Alloh Subhanahu wa ta’ala melengkapi ummat manusia dengan kaki dan tangan untuk alat ikhtiar mencari suap demi suap makanannya,  Alloh Subhanahu wa ta’ala merancang pepohonan untuk menggunakan jalaran akar-akarnya untuk merayap dalam kegelapan tanah di antara himpitan bebatuan, untuk menemukan tetes demi tetes sumber air dan mineral. Maka ujung-ujung akar, dilengkapi  Alloh Subhanahu wa ta’ala dengan jaringan yang berfungsi seperti “sensor” pelacak sumber air. Layaknya hidung, sumber air yang berjarak puluhan meter akan mudah “tercium” oleh akar. Jika koordinat sumber air telah terdeteksi, maka ujung-ujung akar akan berjibaku, maju terus pantang mundur bergerak sampai menemukan sumber air tersebut. Hadangan cadas yang keras membatu atau geliatan ulat atau cacing yang mampu menegakkan bulu roma, bukanlah hambatan yang berarti bagi akar.
Sesaat setelah air ditemukan, akar segera mengirimnya ke helai demi helai daun. Jika kita membagi satu gelas air untuk seribu orang. kita sudah kelimpungan membayangkan cara mengukurnya atau mungkin bagaimana cara membaginya dengan rata. Namun tidak demikian bagi akar. Seberapa banyak volume air yang didapat, akan dibagi adil sesuai usia daun dan perannya dalam mendukung kerja istima’i mereka, yaitu proses fotosintesis.
Dalam pembagian ini tidak dikenal istilah saling gontok-gontokan berebut lebih dulu atau demo mogok kerja jika merasa kurang bagian atau mungkin berkolosi dengan memberi lebih banyak kepada yang lebih dekat, layaknya dalam dunia manusia.
Jadi bila anda bersandar sambil terkantuk-kantuk di sebatang pohon yang rindang, sadarilah di belakang punggung anda, dibalik lapisan kulit pohon, berlangsung kesibukan yang luar biasa. Terdapat dua macam jaringan pembuluh angkut yang saling berseliweran. Di bagian batang, terdapat ribuan jaringan pembuluh menjulur dari ujung-ujung akar menuju daun mengangkut air dan mineral. sementara di bagian kulit kayu, ribuan jaringan yang lainnya membawa “hidangan siap saji” hasil olahan dapur umum di klorofil daun menuju seluruh bagian tanaman.
Pada tumbuhan sejenis kelapa, kurma, jagung dan lainnya, dua jenis pembuluih ini bahkan saling bercampur dan tumpah tindih. Walau saling tumpang tindih, setiap jaringan pengangkutan bekerja penuh disiplin. Sehingga hampir-hampir mustahil dijumpai peristiwa tambrakan, salah jalan, serobot jalur pihak lain atau perilaku lainnya yang lazim terjadi di jalan rayanya kaum manusia.
Tidak semua tumbuhan melulu mengambil makanan dari dalam tanah. Beberapa tanaman mempunyai gaya makan yang unik. Selain menyerap sari-sari makanan dari dalam tanah mereka mencari “tambahan gizi” dengan menangkap hewan mungil yang terbang di sekitarnya. Meski tumbuhan, tanaman jenis ini ternyata buas juga, alias doyan makan hewan. Beberapa di antara kelompok ini adalah Kantong Semar dan  Bunga Bangkai. Bunga Bangkai sendiri adalah tanaman khas alam Indonesia. Dinamai demikian karena saat bunganya mekar, aroma bangkai menyegat menyebar ke segala arah. Jika sejawat bunga lain menyebarkan aroma harum untuk menarik datangnya kupu, bunga bangkaipun tak kalah jurus, menyebarkan bau busuk untuk menarik datangnya lalat, kumbang, bahkan tikus dan biawak, untuk selanjutnya dijadikan santapan lezatnya.
Tumbuhanpun sebenarnya juga  Alloh Subhanahu wa ta’ala lengkapi kehidupannya dengan kemampuan merespon, menanggapi bahkan bereaksi terhadap keadaan di sekitarnya. Seperti dalam menyikapi akan pentingnya pasokan sinar matahari, maka untuk mendapatkannya tumbuhan akan mengerahkan semua organ tubuhnya. Daun-daunnya akan diarahkan menghadap ke arah datangnya matahari dengan sudut tangkapan terbesar. Ranting-ranting, dahan bahkan batang pohonpun “satu hati dan kasih sayang” bahu-membahu mendukung takaza sang daun dalam menangkap seoptimal mungkin sinar matahari ini. Tidak ada “iri-irian” dalam perkara ini. Semua bagian menyadari bahkan takaza tersebut adalah hajat mereka bersama. 
Sebagai makhluk yang ditakdirkan dengan akar-akarnya yang terhunjam ke dalam tanah, maka tumbuhan tidak bisa bergerak leluasa dengan pindah tempat atau lari dari kedudukan semula. Namun  Alloh Subhanahu wa ta’ala menciptakan tumbuhan dengan sifat-sifat yang menakjubkan untuk mengatasi keterbatasan ini. Bagi tumbuhan yang ditakdirkan hidup di daerah kering kerontang plus suhu udara panas menyengat, Tumbuhan ini  Alloh Subhanahu wa ta’ala rancang dengan struktur yang menjadikannya sesedikit mungkin kehilangan cairan. Untuk itu, pohon-pohon ini tumbuh dengan daun yang super mungil dan bantang serta ranting dengan lapisan “zat lilin” kedap air. Dengan “tampang” seperti ini, tumbuhan yang bermukim di daerah gurun ini terhindar dari penguapan cairan yang berlebihan akibat teriknya terpaan mentari.
Lain halnya dengan saudara mereka yang tumbuh di daerah tropis atau yang hidup di antara rimbunnya hutan belukar yang centang perentang. Tumbuhan-tumbuhan ini justru  Alloh Subhanahu wa ta’ala ciptakan dengan daun-daun yang relatif lebar dan ranting-ranting yang panjang mengurai. Dengan postur demikian, tumbuhan yang hidup di tempat lembab ini mudah menguapkan kelebihan airnya.
Ada lagi tumbuhan yang  Alloh Subhanahu wa ta’ala lengkapi dengan jurus-jurus pamungkasnya dalam bertahan hidup. Tumbuhan jati umpamanya, saat menghadapi musim kemarau panjang, walau akar-akarnya sudah bergerilya malang melintang di dalam tanah, tapi air yang didapat memang sangat terbatas. Akibatnya, untuk menghindari bahaya kematian akibat “dihidrasi,” pohon jati dan sejenisnya melakukan tindakan penyelamatan berupa menggugurkan daun-daunnya, Dengan rontoknya semua daun, maka bahaya kekurangan cairan tubuh akibat penguapan yang berlebihan dapat dihindari. Kelak jika hujan telah datang , mereka akan bersuka ria dengan tumbuhnya kembali pucuk-pucuk daun yang ranum menghijau.
Dengan ilustrasi di atas, menyadarkan kita betapa tumbuhanpun merasakan akibat berubahnya keadaan dan suasana di sekitarnya. Padahal sudah menjadi kehendak  Alloh Subhanahu wa ta’ala, keadaan alam raya ini mengikuti iman dan amal manusia. Maka banyak diisyaratkan dalam beberapa hadits, bahwa tumbuhanpun turut mendoakan orang-orang yang sedang memperjuangan agama  Alloh Subhanahu wa ta’ala. Demikian juga mestinya pepohonanpun turut bersedih jika yang terjadi di muka bumi merajalelanya kebathilan dan kekafiran. Apalagi di akhir zaman ini, ketika ummat manusia demikian terbuai dengan hiruk pikuk dunia dan sangat lalai mengingati akherat.
Mestinya kita dapat merasakan rintihan jerami di pematang sawah, atau tangisan pohon randu di pingir jalan yang saban hari kita lalu lalang di bawahnya, atau ratapan ilalang di sudut kebun. Mereka merintih pilu, meratap sedu dan menangis sendu karena menyaksikan ulah kita, yang telah demikian tidak peduli dengan perintah  Alloh Subhanahu wa ta’ala.

Keagungan Dibalik Sehelai Daun
Bila kita lebih merenungi keagungan  Alloh Subhanahu wa ta’ala yang berjalan dalam proses kehidupan tumbuhan, kita akan mendapatkan betapa rancangan yang sempurna telah berjalan dengan keseimbangan yang menakjubkan. Seperti yang dapat kita lihat dari terjadinya proses fotosintesis tumbuhan yang berhijau daun.
Permukaan bumi kita 70 persennya adalah lautan. Lautanpun sangat beragam. Mulai dari pesisir dengan hamparan rumput laut dan ganggang yang hijau merona, sampai palung-palung laut yang kedalamannya mampu menelan gunung-gunung yang tertinggi di permukaan dunia sekalipun. Hamparan laut yang luas inipun sebenarnya di dalamnya  Alloh Subhanahu wa ta’ala tumbuhkan aneka jenis tumbuhan. Tumbuhan-tumbuhan itu mulai dari yang tinggi dan panjangnya seukuran pohon kelapa, sampai yang imut-imut seukuran seperseribu meter. Untuk dimungkinkan terjadinya proses fotosintesis di lautan,  Alloh Subhanahu wa ta’ala telah menetapkan sifat-sifat pada cahaya dan juga pada tumbuhan dengan perpaduan yang tepat benar.
Cahaya matahari yang merupakan unsur terpenting dalam proses ini,  Alloh Subhanahu wa ta’ala rancang dengan sifat-sifatnya yang khas, mulai dari sumbernya sampai saat menerobos deburan ombak. Dari total radiasi energi yang sebenarnya dihasilkan matahari, ternyata yang dipancarkan matahari kita sampai ke bumi hanya satu berbanding 1025 bagian saja. Radiasi itu berupa cahaya inframerah, sejumlah kecil cahaya ultraviolet dan “cahaya tampak”.
Dari jenis cahaya di atas, sinar ultraviolet yang turut serta terpancar ke arah bumi, tidak dibiarkan leluasa sampai ke permukaan bumi. Lapisan ozon di atmosfer bumi dengan sigap akan menangkap dan menolak balik sinar yang dapat menyebabkan kanker dan tumor ini. Hanya pancaran cahaya tampak dan sinar inframerah-dekat saja yang dibiarkan lolos dari langit bumi. Dan memang dua jenis cahaya inilah yang paling dihajatkan oleh aneka makhluk di permukaan bumi terutama dalam proses fotosintesis.
Di tempat terpisah,  Alloh Subhanahu wa ta’ala menciptakan lautan dengan rancangan yang sangat tepat pula. Air yang merupakan unsur utama lautan, dirancang untuk hanya meloloskan sebagian saja cahaya yang dibiarkan menembusnya. Sinar inframerah yang sukses menerobos hadangan langit bumi, hanya mampu menembus tidak sampai satu jengkal permukaan lautan. Sehingga hanya bagian permukaan yang “tipis” ini saja yang mengalami pemanasan karena pengaruh radiasi infra merah. Jika keadaan lautan terpaku dalam kondisi permukaan yang panas sementara di bagian dalamnya bersuhu dingin, tentu akan menjadikan lautan tempat yang mematikan bagi semua jenis makhluk hidup. Untuk itu lautan dirancang oleh  Alloh Subhanahu wa ta’ala mempunyai pergerakkan air yang memungkinkan panas di permukaan ini dibawa sampai jauh di kedalaman. Sebagai hasilnya, sampai pada kedalaman tertentu, suhu air laut dalam kisaran yang sama di seluruh dunia.
Sementara dari jenis “cahaya tampak”, warna hijau dan biru mampu menembus lebih dari 200 meter sampai kedalaman lautan. Sinar lain semisal merah atau kuning hanya mampu menembus kedalaman maksimum seratus meter. Dan inilah hebatnya, karena sinar biru dan hijaulah yang sebenarnya paling dibutuhkan dalam proses fotosintesis. Dengan rancangan demikian, memungkinkan jenis-jenis tumbuhan semisal plankton, alga, ganggang, rumput laut dan lainnya mampu melangsungkan fotosintesis walaupun berada di kedalaman samudera. Sebuah proses yang akhirnya menjadi penyedia utama energi dan udara pernafasan bagi makhluk hidup di bumi.
Tak kalah seru dengan yang terjadi di lautan, demikan juga yang terdapat di tumbuhan darat. Di dalam ketipisan setiap helai daun, sebenarnya sepanjang hari berlangsung “kesibukan” yang menakjubkan. Bila anda memegang sehelai daun, sadarilah di dalamnya sebenarnya memuat maha karya hebat dari Yang Maha Hebat. Dalam tipisnya sehelai daun, terdapat organ-organ kehidupan bagi tumbuhan. Di dalamnya terdapat pembuluh-pembuluh angkut yang senantiasa mengirim pasokan air dan mineral. Kemudian terdapat juga sebuah jaringan yang berfungsi sebagai “dapur umum.” Di dapur umum inilah, dengan memanfaatkan guyuran sinar matahari, pasokan air dan mineral diolah menjadi zat gula dan energi.
Hasil olahan ini segera diangkut oleh pembuluh angkut yang lain, dibagi merata ke seluruh bagian tumbuhan mulai akar sampai pucuk-pucuk ranting. Apa yang dihasilkan dari proses fotosintesis tumbuhan ini adalah komponen utama dari sumber makanan bagi hampir semua jenis makhluk hidup di muka bumi ini. Sehingga dapatlah dikatakan, jika dimuka bumi ini tidak lagi ada tumbuhan yang hidup, kehidupan manusia dan hewanpun akan berakhir. Maka tidak berlebihan jika dikatakan bahwa sebenarnya satu sisi penentu masih bernafasnya kita atau anda masih dapat membaca majalah kesayangan anda ini, berkat dari lambaian daun kelapa di belakang rumah dan juga karena masih adanya rerumputan dan lumut yang menjalar di sela-sela bebatuan.

Diiringi Semilir Angin
Seribu satu jalan menuju perkawinan, itulah kiranya ungkapan yang tepat untuk kaum tumbuhan. Makhluk yang sejarah keberadaannya di dunia lebih awal dibanding manusia ini punya banyak jurus dan strategi dalam berkawin. Ada tumbuhan yang kelahiran anakannya ditandai dengan terbelahnya tubuh sang induk. Setiap belahan tubuh sang induk langsung menjadi anakan yang siap meneruskan riwayat hidup induknya. Ada lagi yang berkembang biak dengan munculnya tunas-tunas di sekujur tubuh. Kelak setiap tunas akan berkembang menjadi individu baru.
Dalam mitologi manusia dikenal pendekar pilih tanding bernama Jaka Sembung, jika setiap bagian tubuhnya terpotong akan tetap hidup dan dapat bersambung kembali. Kesaktian pendekar ini tidak ada apa-apanya dibanding tumbuhan super mungil bernama Volvok. Tumbuhan ini di suatu waktu tubuhnya akan “hancur berkeping-keping.” Namun bukan kematian yang datang, malah setiap kepingan dari tubuhnya akan berkembang menjadi anakan alias individu baru. Kayaknya tumbuhan ini benar-benar menghayati pepatah “mati satu tumbuh seribu.”
Jika dalam dunia manusia seseorang yang terlahir sebagai laki-laki lantas ditengah perlajanan hidupnya dia berganti alat reproduksi, tentu akan dihukumi sebagai orang yang salah kaprah. Namun tidak demikian bagi dunia tumbuhan. Tumbuhan jenis paku-pakuan justru ditakdirkan oleh penciptanya dengan kemampuan berganti sistem reproduksi dalam kehidupannya. Disatu saat dia berkembangbiak dengan cara berkawin, namun setelah masa itu dia menjalani “operasi kelamin”, sehingga organ perkawinannya berganti menjadi bentuk “spora”.
Ada lagi jenis tumbuhan yang tergolong sangat manja. Bagaimana tidak! Dia baru mau kawin kalau  dikawinkan oleh sang empunya kebun. Inilah pohon Vanili. Sementara tumbuhan yang lain melangsungkan perkawinan dengan meminta bantuan angin untuk jadi mak comblang mereka. Sperma di serbuk sari sang bunga jantan disuruh mengantarkan semilirnya angin menuju putik bunga betina. Padahal jarak sang bunga jantan dengan si bunga betina terkadang di pisahkan hamparan sawah bahkan hutan dan sungai yang meliuk. Namun sang anginpun penuh ridha menjadi perantara perkawinan ini. Sehingga perkawinan yang diiringi semilirnya angin inipun dapat berlangsung.
Sebagian lagi tumbuhan menggunakan jasa kupu dan kumbang sebagai penghulu atas perkawinan mereka. Bila “musim kawin” mereka telah tiba, kelopak bunga dimekarkan seindah mungkin, lantas semerbak aroma keharuman disebarkan. Semua ini  demi berlomba merayu datangnya kupu dan kumbang. Dan sebagai imbalan atas jasa sang kupu dan kumbang menjadi perantara perkawinan mereka, mereka persembahkan hidangan lezat berupa nektar dan madu.
 Tidak semua tumbuhan beranak pinak dengan cara-cara yang alami. Banyak tumbuhan untuk menyempurnakan perkhidmatannya kepada manusia, merela merelakan tubuhnya dipotong-potong, disayat, dipendam dalam lumpur bahkan dikerdilkan. Sikap mereka benar-benar patut dijadikan tauladan. Betapa demi memuaskan tuannya (manusia), mereka rela diperlakukan apa saja dan mendapat perlakuan apa saja dari tuannya yaitu manusia.
Bila kita melihat pepohonan yang melambai-lambai dalam terpaan angin, atau bertungkus dengan daun-daun yang mengering tersapu kemarau, atau terpaku dalam ketawakalan saat getah-getah mereka menetes akibat terjangan kapak dan gergaji, mestinya dapat menjadi bahan tafakur bagi kita. Kita sebagai makhluk paling mulia ternyata belum mampu memiliki sifat ridha, tawakal dan kepasrahan total terhadap  Alloh Subhanahu wa ta’ala, sebagaimana pepohonan mampu ridha, tawakal dan kepasrahannya kepada tuannya (manusia).

Keagungan Dibalik Keberagaman
Jika dalam penciptaan manusia, Alloh Subhanahu wa ta’ala menampakkan salah satu kebesaraan ciptaan-Nya berupa tidak adanya sidik jari yang sama. Dalam penciptaan tumbuhan Alloh Subhanahu wa ta’ala menampakkan salah satu keagungan-Nya berupa tidak adanya helai daun yang sama persis dari bermilyard daun di seluruh dunia.
Setiap jenis tumbuhanpun diciptakan dalam rancangan yang bersesuaian betul dengan tempat hidupnya. Beberapa jenis lumut dan rerumputan Alloh Subhanahu wa ta’ala ciptakan untuk mampu tetap hidup walau tertimbun salju yang membeku. Namun jenis lumut dan rerumputan lainnya diciptakan oleh Alloh Subhanahu wa ta’ala dalam kemampuan untuk tetap hidup walau terpanggang teriknya gurun pasir yang menganga.
Beberapa jenis jamur dirancang untuk mampu hidup tanpa pasokan udara sekalipun,.Sementara jenis jamur yang lainnya ditakdirkan hidupnya “menghantui” para manusia. Betapa tidak, jenis jamur ini mampu hidup di dasar rambut manusia, di punggungnya bahkan menyelinap dalam saluran nafas manusia.
Walau demikian, dalam dunia tumbuhan tetaplah ummat manusia yang menjadi “hantu” menakutkan dalam kehidupan mereka. Dalam sehari saja, nafsu serakah manusia telah sukses gemilang membabat jutaan hektar hutan-hutan di seantero dunia. Sekejap saja hamparan hutan telah berubah menjadi padang ilalang bahkan gurun. Dan akibat pertama dari keserakahan ini adalah rusaknya tatanan keseimbangan alam, yang tanda awalnya adalah maraknya banjir bandang, kenaikan suhu bumi dan sebagainya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar