Selasa, 23 Agustus 2016

ENGKAULAH BIDADARI ITU!




ENGKAULAH

BIDADARI ITU!

 
 Alloh SWT adalah Dzat yang Maha Adil. Dengan sifat adil-Nya inilah Alloh SWT menciptakan laki-laki dan wanita dalam fitrahnya masing-masing. Di dalam fitrah ini terdapat jalan-jalan keutamaan. Jika masing-masing menjalaninya sesuai dengan yang dikehendaki Allohu dan Rasul-Nya, pasti akan memperoleh kejayaan dunia kini dan sempurna di akhirat kelak.
Sungguh beruntunglah kaum ibu. Alloh SWT telah menetapkan demikian banyak jalan-jalan kemuliaan pada dirinya. Jalan-jalan yang apabila dilalui akan mengantarkannya kepada ridha dan Syurga Alloh SWT. Begitulah keadilan dan kasih sayang Alloh SWT kepada kaum wanita. Namun sungguh sangat disayangkan, banyak kalangan kaum ibu yang dengan sadar atau tidak, telah meninggalkan sisi-sisi keutamaannya dan keluar dari fitrah kemuliaannya.
Sejenak marilah kita awali dengan menghayati kembali para sosok wanita yang “prestasinya” patut menjadi suri tauladan ummat di belakangnya sampai akhir zaman. Dua orang wanita yang disebut sebagai ratu-ratu para bidadari di Syurga. Hal ini menjadi sangat penting, lebih-lebih saat ummat semakin kehilangan sosok keteladanan dalam hiruk-pikuk kehidupan yang semakin penuh tipu daya.



Pemilik Mahligai Mutiara di Syurga
Laksana wewangian di tengah-tengah hamparan bunga, demikian keberadaan kaum ibu di tengah-tengah rona perjuangan menegakkan agama Alloh SWT. Sejarah telah mencatat dengan tinta emas, seorang wanita mulia, Khadijah, adalah orang pertama yang menerima dengan segenap keyakinan dakwah Rasulullah SAW. Beliau sekaligus orang pertama yang siap membela dan turut berkorban bagi perjuangan dakwah Rasulullah SAW.
Sayyidatina Khadijah adalah Ummul Mukminin (ibu kaum Muslimin) pertama dalam sejarah Islam. Dialah wanita yang diberi sifat-sifat kemuliaan oleh Alloh SWT. Sifat ideal bagi seorang wanita yang bersuamikan seorang da’i, seorang pejuang agama, seorang Rasul, yang pada pundaknya tanggung jawab tersebarnya hidayah ke seluruh alam.
Beliau adalah seorang istri yang sadar betul, bahwa suaminya memikul tanggung jawab yang besar untuk menyelamatkan ummat manusia. Khadijah R.anha rela mengorbankan seluruh kesenangan hidupnya demi membantu dan mendukung suaminya.
Maka, sewaktu Rasulullah SAW banyak menghabiskan waktunya untuk ber-uzlah di Gua Hira’, Sayyidatina Khadijah tidak pernah berkeluh kesah karena ditinggal oleh sang suami dalam waktu yang lama tersebut. Beliau sangat menjaga perkataannya supaya tidak menyusahkan suaminya. Tidak segan-segan beliau turut bersusah payah menyiapkan perbekalan berupa makanan dan lainnya.
Dialah seorang istri yang mampu memberi kedamaian saat suaminya dalam kesulitan menanggung beban perjuangan. Seperti tatkala Rasulullah SAW pertama kali menerima wahyu nubuwwah. Rasulullah SAW diliputi kecemasan yang sangat. Dalam keadaan demikian keluarlah dari lisan Khadijah perkataan yang sangat menyejukkan, bagai telaga yang bening di tengah gurun kerontang dan teriknya kemarau.
“Tuhan akan memelihara kita, wahai Abu Qasim. Bergembiralah dan tenanglah. Sesungguhnya aku berharap agar Tuan menjadi pemimpin ummat ini. Alloh SWT tidak akan  menyusahkan Tuan, karena Tuanlah orang yang tidak memutuskan silaturahim, bercakap benar, tabah menanggung kesusahan, melayani tamu dengan baik dan pembela kebenaran.”
Dialah sosok istri yang selalu memberi dorongan semangat, memperteguh hati suaminya bagi perjuangan  di jalan Alloh SWT. Dalam hatinya tidak ada keraguan sedikit pun akan kesucian tugas yang ada di pundak suaminya. Maka, sewaktu turun wahyu yang memerintahkan agar Rasulullah SAW mendakwahkan Islam, tanpa ragu-ragu Sayidatina Khadijah R.anha berkata ke hadapan Rasulullah SAW, “Akulah orang pertama yang memenuhi seruanmu, wahai Suamiku. Ajaklah aku sebelum Tuan mengajak orang lain. Aku akan mengikutimu, membenarkan seruanmu dan beriman kepada Tuhanmu.”
Khadijah R.anha adalah seorang istri yang sanggup turut menanggung beban resiko perjuangan suaminya. Walau semula beliau adalah wanita yang kaya dan bangsawan. Namun dengan segenap ketulusan, seluruh hartanya diserahkannya kepada Alloh SWT dan Rasul-Nya dalam mendukung perjuangan agama. Sehingga kediamannya yang terakhir hanyalah sebuah kamar kecil yang disusun dari pelepah-pelepah korma yang atapnya dapat digapai dengan tangan dan lebarnya hanya seluas pembaringan.
Kesetiaan dan ketulusan hati Sayyidatina Khadijah R.anha inilah yang menyebabkan Rasulullah SAW tidak dapat melupakannya walaupun selepas kematiannya. Pernah Baginda Rasulullah SAW menyebut kemuliaan Khadijah R.anha di depan Sayyidatina Aisyah R.anha, “Dia beriman kepadaku ketika orang lain masih kafir. Dia membenarkan aku saat orang lain mendustakan aku. Dia menolongku dengan hartanya, saat orang lain tidak memberikan suatu apapun kepadaku. Dan Alloh SWT menganugerahkan anak kepadaku darinya, bukan dari istri-istri yang lain.”             
Kemuliaan pribadi Sayyidatina Khadijah R.anha yang demikian terpuji, pernah mendapat sanjungan langsung dari Alloh SWT, Dzat Pemilik segala pujian dan sanjungan. Abu Hurairah R.anhu meriwayatkan bahwa suatu ketika Jibril datang menemui Rasulullah SAW dengan berkata, “Wahai Rasulullah SAW, Khadijah akan datang membawa wadah berisi makanan. Sampaikan salam dari Alloh SWT dan salam dariku dan berikan kabar gembira kepadanya bahwa dia akan mempunyai mahligai bertahtakan mutiara di Syurga kelak.”
Sifat yang tertanam pada diri Sayyidatina Khadijah R.anha sangat penting untuk diwujudkan pada diri setiap Muslimah, khususnya saat kemerosotan agama merebak dimana-mana seperti sekarang ini.
Pelajaran berharga juga ada pada diri istri-istri para shahabaty. Mereka adalah contoh sempurna bagaimana sikap seorang istri saat mengantar suaminya berjuang di jalan Alloh SWT. Apabila suami-suami mereka ragu-ragu untuk berangkat keluar di jalan Alloh SWT, karena mengawatirkan keluarga yang akan ditinggalkan, maka mereka berkata, “Alloh SWT adalah Pelindungku, Pelindungmu, dan Pelindung anak-anak kita, dan kita tidak memiliki kekuasaan atas segala urusan kita. Alloh SWT telah menjaga kami di saat kepergianmu lebih ketat daripada saat-saat engkau ada di rumah. Oleh karena itu, bertawakalah dan jangan sibukan fikiranmu dalam memikirkan urusan rezeki. Saya melihatmu sebagai tukang memakan rezeki, bukan pemberi rezeki. Maka si tukang makan memakan rezeki akan tiada, tapi Sang Pemberi rezeki akan tetap hidup.”
Demikian juga jika suami-suami mereka akan keluar dari rumah untuk keperluan pekerjaan atau mencari nafkah bagi mereka, para istri shahabat berpesan kepada suaminya, “Berhati-hatilah dari usaha yang haram. Sesungguhnya kami dapat bersabar terhadap lapar dan kesulitan, tetapi tidak tahan terhadap neraka.”
Dorongan besarnya kerisauan dan fikir agama pada wanita zaman dulu menjadikan mereka tidak rela apabila orang-orang terdekat yang dicintainya terperosok dalam kelalaian dan terjauh dari taqwa kepada Alloh SWT. Maka, mereka senantiasa menjadi pendorong dan pengingat yang terbaik dalam taat kepada Alloh SWT. Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa suatu ketika Nabir bertanya kepada Ali, ”Bagaimana kamu mendapati pasanganmu?” Ali menjawab, “Aku mendapati Fatimah sebagai pendorong yang terbaik dalam menyembah Alloh SWT.”
Ya’lat bercerita, ada seorang suami datang menghadap Rasulullah SAW. Ia menceritakan tentang istrinya yang shalihah, dimana setiap suaminya datang, maka akan disambut oleh istrinya dengan ucapan, “Selamat datang Tuan pemilik rumah. Jika kehendakmu untuk akhiratmu, semoga Alloh SWT meningkatkannya dengan kehendakmu itu. Jika kehendakmu itu untuk duniamu, (semoga) Alloh SWT akan memberimu rezeki dan meridhaimu.” Mendengar hal itu, Rasulullah bersabda, “Untuk istrimu pahala separuh pejuang di jalan Alloh SWT, dialah pekerja di bawah pimpinan Alloh SWT.”
Pembaca yang dimuliakan Alloh SWT, kini agama seperti “anak yatim”, yang semua pihak merasa risih dan terbebani untuk menjaga dan memeliharanya. Kalaupun ada yang bersedia merengkuhnya, mereka akan berfikir, keuntungan duniawi apa yang akan diperolehnya. 
Sungguh suatu anugerah yang besar bagi ummat ini, masih ada orang-orang yang rela menyerahkan harta dan dirinya untuk membela agamanya. Dan sungguh kekayaan yang tak ternilai, bila masih pada zaman terlahir wanita-wanita yang sanggup menyerahkan hidupnya demi tegaknya agama Alloh SWT.  

Dialah, Sebaik-Baik Perhiasan
Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantanid dalam kitabnya Syarah ‘Uquudil-Lujjayn halaman 12–13, pasal 2, bab “Hak-hak Suami yang Wajib ke atas Istri” menulis sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.anhu. Sebuah kisah tauladan seorang wanita yang penuh sifat ketaatan dan kesederhanaan. Padahal dia putri Penghulu para nabi dan nasul, yang di tangannya Alloh SWT serahkan kunci perbendaharaan langit dan bumi. Dan dia pun istri seorang pejuang agama yang gagah. Dia adalah wanita yang disebutkan dalam hadits Nabir sebagai “penghulu Syurga bagi kaum wanita”. Dan juga bagian dari kaum wanita yang utama dan pertama akan memasuki Syurga.
Jika hikmah kisah dalam hadits ini ada dalam diri wanita-wanita zaman ini, maka akan mudah terwujud keluarga-keluarga yang penuh keberkahan yang para wanitanya menjadi sebaik-baik perhiasan. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang shalihah.” Dari keluarga yang penuh sifat kesederhanaan dan ketaatan inilah akan terbentuk pribadi-pribadi muslim yang kokoh imannya sehingga sanggup menjadi pembela-pembela agama disaat agama memanggilnya. Dalam kisah tersebut diterangkan bahwa wanita mana saja yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Alloh SWT menuliskan untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya itu satu kebaikan, dan mengangkat baginya satu derajat.
Dan wanita mana saja yang meminyaki rambut anak-anaknya, menyisir rambut mereka dan mencuci pakaian mereka, maka Alloh SWT akan mencatat baginya pahala orang yang memberi makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang yang telanjang.
Diterangkan juga bahwa jika seorang wanita mengandung janin dalam rahimnya maka beristighfarlah para Malaikat untuknya, dan Alloh SWT mencatatkan baginya setiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya seribu keburukan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan, maka Alloh SWT mencatat baginya pahala orang-orang yang berjihad di jalan Alloh SWT, yakni berperang fi sabilillah. Apabila ia melahirkan anak, maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari (ketika) ibunya melahirkanya.
Jika seorang wanita berkhidmat kepada suaminya dengan niat yang benar, yakni semata-mata karena Alloh SWT, maka keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaanya  pada hari (ketika) ibunya malahirkannya. Tidaklah ia keluar dari dunia di dalam keadaan berdosa sedikit pun. Akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman Syurga. Dan Alloh SWT  mengaruniakan kepadanya pahala seribu malaikat hingga hari kiamat.
Dalam kisah itu juga diterangkan bahwa wanita mana saja yang melayani suaminya dalam sehari semalam dengan baik hati, ikhlas, dan niat yang benar, maka Alloh SWT mengampuni semua dosanya. Alloh SWT akan memakaikan kepadanya seperangkat pakaian yang hijau. Dicatatkan baginya dari setiap helai bulu atau rambut pada tubuhnya seribu pahala haji dan umrah. Dan wanita mana saja yang tersenyum di hadapan suaminya, maka Alloh SWT akan memandangnya dengan pandangan rahmat. Dan jika seorang wanita menghamparkan hamparan atau kasur, atau menata rumahnya untuk suaminya dengan baik hati, maka menyerulah padanya penyeru dari langit, ‘Hadapilah amalmu (yakni teruslah beramal), maka Alloh SWT telah mengampuni bagimu dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.’
Dan jika seorang wanita meminyaki rambut suaminya, dan janggutnya, serta memotong kumisnya dan kukunya, maka Alloh  memberi minum kepadanya dari sungai-sungai Syurga. Alloh SWT meringankan baginya ketika sakaratul maut. Akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman Syurga. Alloh SWT mencatatkan baginya keselamatan dari api neraka. Dan selamatlah ia melintasi titian Shirat.”                                                
Pembaca yang dimulikan Alloh SWT, demikian agung dan mulia fitrah seorang ibu. Keseharian dalam rumah tangganya adalah lumbung kebaikan baginya. Perkhidmatannya dalam keluarga  adalah mahkota kemuliaan yang mengantarkannya kepada ridha Alloh SWT dan menaikkan derajatnya di sisi Alloh SWT.
Jika setiap Muslimah menjalani kehidupan di dalam syariat yang telah digariskan oleh agama, maka dia lebih mulia daripada para bidadari. Bahkan dialah sesungguhnya bidadari-bidadari yang hidup di dunia. Dan kelak dialah yang akan menjadi ratu-ratu dari para bidadari di Syurga.

Ya Alloh,
Jadikanlah wanita-wanita kami
Bagai bidadari yang ada di Syurga-Mu
Dan pantaskanlah kami semua
Mendapat kesempurnaan semua nikmat-Mu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar