Alloh SWT adalah Dzat yang
Maha Adil. Dengan sifat adil-Nya inilah Alloh SWT menciptakan laki-laki dan
wanita dalam fitrahnya masing-masing. Di dalam fitrah ini terdapat jalan-jalan
keutamaan. Jika masing-masing menjalaninya sesuai dengan yang dikehendaki Allohu dan Rasul-Nya, pasti akan memperoleh kejayaan dunia
kini dan sempurna di akhirat kelak.
Sungguh
beruntunglah kaum ibu. Alloh SWT telah menetapkan demikian banyak jalan-jalan
kemuliaan pada dirinya. Jalan-jalan yang apabila dilalui akan mengantarkannya
kepada ridha dan Syurga Alloh SWT. Begitulah keadilan dan kasih sayang Alloh SWT
kepada kaum wanita. Namun sungguh sangat disayangkan, banyak
kalangan kaum ibu yang dengan sadar atau tidak, telah meninggalkan sisi-sisi
keutamaannya dan keluar dari fitrah kemuliaannya.
Sejenak marilah kita awali
dengan menghayati kembali para sosok wanita yang “prestasinya” patut menjadi
suri tauladan ummat di belakangnya sampai akhir zaman. Dua orang wanita
yang disebut sebagai ratu-ratu para bidadari di Syurga. Hal ini menjadi sangat
penting, lebih-lebih saat ummat semakin kehilangan sosok keteladanan dalam
hiruk-pikuk kehidupan yang semakin penuh tipu daya.
Pemilik Mahligai Mutiara di Syurga
Laksana
wewangian di tengah-tengah hamparan bunga, demikian keberadaan kaum ibu di
tengah-tengah rona perjuangan menegakkan agama Alloh SWT. Sejarah telah
mencatat dengan tinta emas, seorang wanita mulia, Khadijah†, adalah orang
pertama yang menerima dengan segenap keyakinan dakwah Rasulullah SAW. Beliau
sekaligus orang pertama yang siap membela dan turut berkorban bagi perjuangan
dakwah Rasulullah SAW.
Sayyidatina
Khadijah† adalah Ummul Mukminin (ibu kaum Muslimin) pertama dalam sejarah Islam.
Dialah wanita yang diberi sifat-sifat kemuliaan oleh Alloh SWT.
Sifat ideal bagi seorang wanita yang bersuamikan seorang da’i, seorang pejuang
agama, seorang Rasul, yang pada pundaknya tanggung jawab tersebarnya
hidayah ke seluruh alam.
Beliau adalah
seorang istri yang sadar betul, bahwa suaminya memikul tanggung jawab yang
besar untuk menyelamatkan ummat manusia. Khadijah R.anha rela mengorbankan
seluruh kesenangan hidupnya demi membantu dan mendukung suaminya.
Maka, sewaktu Rasulullah
SAW banyak menghabiskan waktunya untuk ber-uzlah di
Gua Hira’, Sayyidatina Khadijah† tidak pernah berkeluh kesah karena ditinggal
oleh sang suami dalam waktu yang lama tersebut. Beliau sangat menjaga
perkataannya supaya tidak menyusahkan suaminya. Tidak segan-segan beliau turut
bersusah payah menyiapkan perbekalan berupa makanan dan lainnya.
Dialah seorang
istri yang mampu memberi kedamaian saat suaminya dalam kesulitan menanggung
beban perjuangan. Seperti tatkala Rasulullah SAW pertama kali menerima wahyu
nubuwwah. Rasulullah SAW diliputi kecemasan yang sangat. Dalam keadaan demikian
keluarlah dari lisan Khadijah† perkataan yang sangat menyejukkan, bagai telaga
yang bening di tengah gurun kerontang dan teriknya kemarau.
“Tuhan akan
memelihara kita, wahai Abu Qasim. Bergembiralah dan tenanglah. Sesungguhnya aku
berharap agar Tuan menjadi pemimpin ummat ini. Alloh SWT tidak akan
menyusahkan Tuan, karena Tuanlah orang yang tidak memutuskan silaturahim,
bercakap benar, tabah menanggung kesusahan, melayani tamu dengan baik dan
pembela kebenaran.”
Dialah sosok
istri yang selalu memberi dorongan semangat, memperteguh hati suaminya bagi
perjuangan di jalan Alloh SWT. Dalam hatinya tidak ada keraguan sedikit
pun akan kesucian tugas yang ada di pundak suaminya. Maka, sewaktu turun
wahyu yang memerintahkan agar Rasulullah SAW mendakwahkan Islam, tanpa
ragu-ragu Sayidatina Khadijah R.anha berkata ke hadapan Rasulullah SAW, “Akulah orang pertama yang memenuhi seruanmu, wahai Suamiku. Ajaklah aku
sebelum Tuan mengajak orang lain. Aku akan mengikutimu, membenarkan seruanmu
dan beriman kepada Tuhanmu.”
Khadijah R.anha
adalah seorang istri yang sanggup turut menanggung beban resiko perjuangan
suaminya. Walau semula beliau adalah wanita yang kaya dan bangsawan. Namun
dengan segenap ketulusan, seluruh hartanya diserahkannya kepada Alloh SWT dan
Rasul-Nya dalam mendukung perjuangan agama. Sehingga kediamannya yang terakhir
hanyalah sebuah kamar kecil yang disusun dari pelepah-pelepah korma yang
atapnya dapat digapai dengan tangan dan lebarnya hanya seluas pembaringan.
Kesetiaan dan
ketulusan hati Sayyidatina Khadijah R.anha inilah yang menyebabkan Rasulullah
SAW tidak dapat melupakannya walaupun selepas kematiannya. Pernah Baginda Rasulullah
SAW menyebut kemuliaan Khadijah R.anha di depan Sayyidatina Aisyah R.anha,
“Dia beriman kepadaku ketika orang lain masih kafir. Dia membenarkan aku
saat orang lain mendustakan aku. Dia menolongku dengan hartanya, saat orang
lain tidak memberikan suatu apapun kepadaku. Dan Alloh SWT menganugerahkan anak
kepadaku darinya, bukan dari istri-istri yang lain.”
Kemuliaan
pribadi Sayyidatina Khadijah R.anha yang demikian terpuji, pernah mendapat
sanjungan langsung dari Alloh SWT, Dzat Pemilik segala pujian dan sanjungan.
Abu Hurairah R.anhu meriwayatkan bahwa suatu ketika Jibril datang menemui Rasulullah
SAW dengan berkata, “Wahai Rasulullah
SAW, Khadijah† akan datang membawa wadah berisi makanan. Sampaikan salam dari Alloh
SWT dan salam dariku dan berikan kabar gembira kepadanya bahwa dia akan
mempunyai mahligai bertahtakan mutiara di Syurga kelak.”
Sifat yang
tertanam pada diri Sayyidatina Khadijah R.anha sangat penting untuk diwujudkan
pada diri setiap Muslimah, khususnya saat kemerosotan agama merebak dimana-mana
seperti sekarang ini.
Pelajaran
berharga juga ada pada diri istri-istri para shahabaty. Mereka adalah
contoh sempurna bagaimana sikap seorang istri saat mengantar suaminya berjuang
di jalan Alloh SWT. Apabila suami-suami mereka ragu-ragu untuk berangkat keluar
di jalan Alloh SWT, karena mengawatirkan keluarga yang akan ditinggalkan, maka
mereka berkata, “Alloh SWT adalah Pelindungku, Pelindungmu, dan Pelindung
anak-anak kita, dan kita tidak memiliki kekuasaan atas segala urusan kita. Alloh
SWT telah menjaga kami di saat kepergianmu lebih ketat daripada saat-saat
engkau ada di rumah. Oleh karena itu, bertawakalah dan jangan sibukan fikiranmu
dalam memikirkan urusan rezeki. Saya melihatmu sebagai tukang memakan rezeki,
bukan pemberi rezeki. Maka si tukang makan memakan rezeki akan tiada, tapi Sang
Pemberi rezeki akan tetap hidup.”
Demikian juga
jika suami-suami mereka akan keluar dari rumah untuk keperluan pekerjaan atau
mencari nafkah bagi mereka, para istri shahabat berpesan kepada suaminya,
“Berhati-hatilah dari usaha yang haram. Sesungguhnya kami dapat bersabar
terhadap lapar dan kesulitan, tetapi tidak tahan terhadap neraka.”
Dorongan
besarnya kerisauan dan fikir agama pada wanita zaman dulu menjadikan mereka
tidak rela apabila orang-orang terdekat yang dicintainya terperosok dalam
kelalaian dan terjauh dari taqwa kepada Alloh SWT. Maka, mereka senantiasa
menjadi pendorong dan pengingat yang terbaik dalam taat kepada Alloh SWT.
Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa suatu ketika Nabir bertanya
kepada Ali, ”Bagaimana kamu mendapati pasanganmu?” Ali menjawab, “Aku mendapati
Fatimah sebagai pendorong yang terbaik dalam menyembah Alloh SWT.”
Ya’lat bercerita, ada
seorang suami datang menghadap Rasulullah SAW. Ia menceritakan tentang istrinya
yang shalihah, dimana setiap suaminya datang, maka akan disambut oleh istrinya
dengan ucapan, “Selamat datang Tuan pemilik rumah. Jika kehendakmu untuk
akhiratmu, semoga Alloh SWT meningkatkannya dengan kehendakmu itu. Jika
kehendakmu itu untuk duniamu, (semoga) Alloh SWT akan memberimu rezeki dan
meridhaimu.” Mendengar hal itu, Rasulullah bersabda, “Untuk istrimu pahala
separuh pejuang di jalan Alloh SWT, dialah pekerja di bawah pimpinan Alloh SWT.”
Pembaca yang dimuliakan
Alloh SWT, kini agama seperti “anak yatim”, yang semua pihak merasa risih dan
terbebani untuk menjaga dan memeliharanya. Kalaupun ada yang bersedia
merengkuhnya, mereka akan berfikir, keuntungan duniawi apa yang akan
diperolehnya.
Sungguh suatu
anugerah yang besar bagi ummat ini, masih ada orang-orang yang rela menyerahkan
harta dan dirinya untuk membela agamanya. Dan sungguh kekayaan yang tak
ternilai, bila masih pada zaman terlahir wanita-wanita yang sanggup menyerahkan
hidupnya demi tegaknya agama Alloh SWT.
Dialah, Sebaik-Baik
Perhiasan
Syaikh Muhammad
Nawawi Al-Bantanid dalam kitabnya Syarah ‘Uquudil-Lujjayn
halaman 12–13, pasal 2, bab “Hak-hak
Suami yang Wajib ke atas Istri” menulis sebuah
kisah yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah R.anhu. Sebuah kisah tauladan seorang
wanita yang penuh sifat ketaatan dan kesederhanaan. Padahal dia putri Penghulu para nabi dan nasul, yang di tangannya Alloh
SWT serahkan kunci perbendaharaan langit dan bumi. Dan dia pun istri seorang pejuang agama yang gagah. Dia adalah wanita
yang disebutkan dalam hadits Nabir sebagai “penghulu Syurga bagi kaum wanita”. Dan
juga bagian dari kaum wanita yang utama dan pertama akan memasuki Syurga.
Jika hikmah
kisah dalam hadits ini ada dalam diri wanita-wanita zaman ini, maka akan
mudah terwujud keluarga-keluarga yang penuh keberkahan yang para
wanitanya menjadi sebaik-baik perhiasan. Seperti sabda Rasulullah SAW, “Dunia
adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan adalah wanita yang shalihah.” Dari
keluarga yang penuh sifat kesederhanaan dan ketaatan inilah akan terbentuk
pribadi-pribadi muslim yang kokoh imannya sehingga sanggup menjadi
pembela-pembela agama disaat agama memanggilnya. Dalam
kisah tersebut diterangkan bahwa wanita mana saja yang menggiling tepung untuk suaminya dan anak-anaknya, maka Alloh SWT menuliskan
untuknya dari setiap biji gandum yang digilingnya itu satu kebaikan, dan
mengangkat baginya satu derajat.
Dan wanita mana
saja yang meminyaki rambut anak-anaknya, menyisir rambut mereka dan mencuci
pakaian mereka, maka Alloh SWT akan mencatat baginya pahala orang yang memberi
makan kepada seribu orang yang lapar dan memberi pakaian kepada seribu orang
yang telanjang.
Diterangkan
juga bahwa jika seorang wanita mengandung janin dalam rahimnya maka
beristighfarlah para Malaikat untuknya, dan Alloh SWT mencatatkan baginya setiap hari seribu kebaikan dan menghapuskan darinya
seribu keburukan. Apabila ia mulai sakit hendak melahirkan, maka Alloh SWT
mencatat baginya pahala orang-orang yang berjihad di jalan Alloh SWT, yakni
berperang fi sabilillah. Apabila ia melahirkan anak, maka keluarlah ia dari
dosa-dosanya seperti keadaannya pada hari (ketika) ibunya melahirkanya.
Jika seorang
wanita berkhidmat kepada suaminya dengan niat yang benar, yakni semata-mata karena Alloh SWT, maka
keluarlah ia dari dosa-dosanya seperti keadaanya pada hari (ketika)
ibunya malahirkannya. Tidaklah ia keluar dari dunia di dalam keadaan berdosa sedikit pun. Akan didapatinya kuburnya menjadi
sebuah taman dari taman-taman Syurga. Dan Alloh SWT mengaruniakan
kepadanya pahala seribu malaikat hingga hari
kiamat.
Dalam kisah itu
juga diterangkan bahwa wanita mana saja yang melayani suaminya dalam sehari
semalam dengan baik hati, ikhlas, dan niat yang benar, maka Alloh SWT
mengampuni semua dosanya. Alloh SWT akan memakaikan kepadanya seperangkat
pakaian yang hijau. Dicatatkan baginya dari setiap helai bulu atau rambut pada
tubuhnya seribu pahala haji dan umrah. Dan wanita mana saja yang tersenyum di
hadapan suaminya, maka Alloh SWT akan
memandangnya dengan pandangan rahmat. Dan jika seorang wanita menghamparkan
hamparan atau kasur, atau menata rumahnya untuk suaminya dengan baik hati, maka
menyerulah padanya penyeru dari langit, ‘Hadapilah amalmu (yakni teruslah
beramal), maka Alloh SWT telah mengampuni bagimu
dosamu yang telah lalu dan yang akan datang.’
Dan jika
seorang wanita meminyaki rambut suaminya, dan janggutnya, serta memotong
kumisnya dan kukunya, maka Alloh memberi minum kepadanya dari sungai-sungai Syurga. Alloh SWT meringankan baginya ketika
sakaratul maut. Akan didapatinya kuburnya menjadi sebuah taman dari taman-taman
Syurga. Alloh SWT mencatatkan baginya keselamatan dari api neraka. Dan
selamatlah ia melintasi titian Shirat.”
Pembaca yang
dimulikan Alloh SWT, demikian agung dan mulia fitrah seorang ibu. Keseharian
dalam rumah tangganya adalah lumbung kebaikan baginya. Perkhidmatannya dalam
keluarga adalah mahkota kemuliaan yang mengantarkannya kepada ridha Alloh
SWT dan menaikkan derajatnya di sisi Alloh SWT.
Jika setiap Muslimah
menjalani kehidupan di dalam syariat yang telah digariskan oleh agama, maka dia
lebih mulia daripada para bidadari. Bahkan dialah sesungguhnya
bidadari-bidadari yang hidup di dunia. Dan kelak dialah yang akan menjadi
ratu-ratu dari para bidadari di Syurga.
Ya Alloh,
Jadikanlah wanita-wanita kami
Bagai bidadari yang ada di Syurga-Mu
Dan pantaskanlah kami semua
Mendapat kesempurnaan semua nikmat-Mu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar